21 April 2022

Hadith Melihat Al-Quran, Ibu Bapa dan Lautan adalah Ibadah

Soalan :

Assalamualaikum wbt. Saya ingin bertanya tentang status hadis ini. Daripada ‘Aisyah r.anha bahawa Rasulullah saw bersabda : “Melihat pada tiga perkara ini adalah ibadah : Melihat al-Quran, melihat ibu bapa dan melihat laut. Dalam riwayat lain menyebut : “Melihat Kaabah adalah ibadat. Apakah Status hadis ini?

 


Jawapan :

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, selawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, ahli keluarga baginda SAW, sahabat baginda SAW serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah baginda SAW.


Berbuat baik kepada ibu bapa adalah perintah daripada Allah swt yang disebutkan di dalam kebanyakan tempat di dalam al-Quran.  Antaranya firman Allah swt :


وَاعْبُدُوا اللَّـهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ


Maksudnya :” Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan jiran tetangga yang dekat, dan jiran tetangga yang jauh, dan rakan sejawat, dan orang musafir yang terlantar, dan juga hamba yang kamu miliki..”

(Surah al-Nisa’ : 36)


Berkenaan persoalan yang telah dikemukakan, hadis ini telah disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam al-Gharaib al-Multaqitah Min Musnad al-Firdaus. Beliau berkata 


قال أبو نعيم : حدثنا عبد الله بن محمد بن جعفر ، حدثنا عبد الله بن محمد بن زكريا ، حدثنا سعيد بن يحيى ، حدثنا زافر ، عن أبي عثمان ، عن يحيى بن سعيد ، عن محمد بن إبراهيم ، عن عائشة ، قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " النَظَرُ فِي ثَلَاثَة أَشْيَاءَ عِبَادَةُ ، النَظَرُ فِي َوجْهِ الَأَبوَيْنِ  وِفِي المُصْحَفِ ، وَفِي البَحْرِ


Maksudnya :” Abu Nuaim berkata :” Abdullah Bin Muhammad Bin Jaafar menceritakan kepada kami : Abdullah Bin Muhammad bin Zakaria menceritakan kepada kami : Sa’id bin Yahya menceritakan kepada kami : Zafir menceritakan kepada kami daripada Abu Uthman daripada Yahya Bin Said daripada Muhammad bin Ibrahim daripada ‘Aisyah r.anha. Beliau berkata : Rasulullah saw bersabda : “Melihat pada tiga perkara (ini) adalah ibadah : melihat kepada wajah kedua ibu bapa, melihat mushaf (al-Quran) dan melihat laut.”


Rujuk al-Gharaib al-Multaqitah Min Musnad al-Firdaus (2688)

 

Dengan sanad yang sama, hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Dailami daripada sahabat yang sama iaitu Ummul Mukminin ‘Aisyah r.anha :


النَّظَرُ إِلَى الْكَعْبةِ عِبَادَة، وَالنَّظَرُ إِلَى وَجْهِ الْوَالِدَينِ عِبَادَةٌ، وَالنَّظَرُ فِي كِتَابِ اللَهِ عِبَادَةٌ


Maksudnya :”Melihat kaabah adalah ibadah, melihat kepada wajah kedua ibu bapa adalah ibadah dan melihat kitab Allah (al-Quran) adalah ibadah.”

Riwayat al-Dailami (6863) di dalam al-Firdaus Bi Ma’thur al-Khitab


Hadis ini tidak diriwayatkan di dalam kitab-kitab hadis muktabar seperti al-Kutub al-Sittah dan lain-lain melainkan hanya terdapat di dalam Musnad al-Firdaus.


Berkenaan status hadis ini, ia merupakan hadis yang lemah. Ini kerana di dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi yang dikritik kredibilitinya. Antaranya Zafir. Nama sebenar beliau ialah Zafir Abu Sulaiman al-Quhastani. Ibnu ‘Adiy menyatakan bahawa beliau adalah perawi yang lemah. Kata beliau :


“Secara umumnya apa yang diriwayatkan oleh beliau tidak boleh dijadikan sandaran dan hadis yang dia riwayatkan tidak ditulis. Di samping itu, Zafir adalah perawi yang lemah.”

Rujuk al-Kamil Fi al-Dhu’afa’ (3/232)


Kesimpulannya, hadis ini adalah hadis yang berstatus lemah. Tambahan pula, Musnad Firdaus adalah antara kitab yang mana terkumpulnya hadis-hadis yang lemah dan palsu seperti mana yang telah dijelaskan para ulama hadis.


Wallahu’alam.

SUMBER : Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan

==========================
Tidak perlu minta izin. Sila kongsikan (Share)
Ilmu itu datangnya dari Allah untuk kebaikan seluruh manusia
==========================

07 November 2013

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram



Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“[1].

Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

- Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya[3], dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“[4].

- Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” [5]

- Adapun hadits,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

“Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“[6], maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].

- Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].

- Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi  Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

“Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“[9]. Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].

- Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].

***

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 1163).
[2] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/341).
[3] Dalam HSR al-Bukhari (no. 1900) dan Muslim (1130).
[4] HSR Muslim (no. 1162).
[5] HSR Muslim (no. 1134).
[6] HR Ahmad (1/241), al-Baihaqi (no. 8189) dll, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia  sangat buruk hafalannya (lihat Taqriibut Tahdziib hal. 493). Oleh karena itu syaikh al-Albani menyatakan hadits ini lemah dalam Dha’iful Jaami’ (no. 3506).
[7] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/385).
[8] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/101-102).
[9] Semua ini disebutkan dalam HSR al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130).
[10] Lihat keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/412).
[11] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/329).


Sumber: muslim.or.id


==========================
Tidak perlu minta izin. Sila kongsikan (Share)
Ilmu itu datangnya dari Allah untuk kebaikan seluruh manusia
==========================

19 Jun 2013

Zikir yang ringan diucapkan tetapi berat timbangannya

Zikir yang ringan diucapkan tetapi berat timbangannya


 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْبَجَلِيُّ قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ


Hadis riwayat Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Dua kalimat yang ringan untuk diucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan disukai oleh Allah Yang Maha Pengasih, yaitu: "Maha Suci Allah dengan segala pujian-Nya dan Maha Suci Allah Tuhan Yang Maha Agung"
 
 
Shahih Muslim
-Imam Muslim- 
==========================
Tidak perlu minta izin. Sila kongsikan (Share)
Ilmu itu datangnya dari Allah untuk kebaikan seluruh manusia
==========================

17 April 2013

Keikhlasan Dan Menghadhirkan Niat Dalam Segala Perbuatan (4)

Bab 1: Keikhlasan Dan Menghadhirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar

Dari Abu Abdillah yaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu'anhuma, berkata: Kita berada beserta Nabi صلی الله عليه وسلم dalam suatu peperangan - yaitu perang Tabuk - kemudian beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang- orang tadi ada besertamu - yakni sama-sama memperoleh pahala - mereka itu terhalang oleh sakit - maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang."

Dalam suatu riwayat dijelaskan: "Melainkan mereka - yang tertinggal itu - berserikat denganmu dalam hal pahalanya." (Riwayat Muslim)

Hadis sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas رضي الله عنه, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi صلی الله عليه وسلم, lalu beliau bersabda:

"Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan sesuatu lereng ataupun lembah, [5] melainkan mereka itu bersama-sama dengan kita jua -jadi memperoleh pahala seperti yang berangkat untuk berperang itu - mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran."
[5]Syi'ib (lereng) yangdimaksudkan di sini ialah jalan didaerah pegunungan, sedang Wadi (lembah) ialah tempat yang di situ ada airnya mengalir.

Nomor: 4 Sumber: riyadhus-shalihin
==========================
Tidak perlu minta izin. Sila kongsikan (Share)
Ilmu itu datangnya dari Allah untuk kebaikan seluruh manusia
==========================

16 April 2013

Keikhlasan Dan Menghadhirkan Niat Dalam Segala Perbuatan (3)

 
 
Bab 1: Keikhlasan Dan Menghadhirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar

Dari Aisyah رضي الله عنها, berkata: Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda: 
"Tidak ada hijrah setelah pembebasan Makkah , tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah ュ yakni berangkatlah."
 
(Muttafaq 'alaih)

Maknanya: Tiada hijrah lagi dari Makkah, sebab saat itu Makkah telah menjadi perumahan atau Negara Islam.

 Sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah," oleh para alim-ulama dikatakan bahwa mengenai hijrah dari daerah harb atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam adalah tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab itu Hadis di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam: 
  • Pertama: Tiada hijrah setelah dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebagian dari Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang adanya hijrah setelah itu. 
  • Kedua: Inilah yang merupakan pendapat tershahih, yaitu yang diartikan bahwa hijrah yang dianggap mulia yang diluntut, yang pengikutnya itu memperoleh keistimewaan yang nyata itu sudah terputus sejak dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut berhijrah sebelum dibebaskannya Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu, Islam boleh dikata telah menjadi kokoh kuat dan perkasa, yakni suatu kekuatan dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah tersebut. 
Adapun sabda beliau صلی الله عليه وسلم yang menyebutkan:  
 
"Tetapi yang ada adalah jihad dan niat,"  
 
maksudnya ialah bahwa diperolehnya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. 
Dalam Hadis di atas jelas diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara mutlak dan bahwa yang berniat itu sudah dapat memperoleh pahala dengan hanya keniatannya itu belaka.

Nomor: 3 Sumber: riyadhus-shalihin
Wallahua'lam...
==========================
Tidak perlu minta izin. Sila kongsikan (Share)
Ilmu itu datangnya dari Allah untuk kebaikan seluruh manusia
==========================
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Translate